Gelar Wicara Hasil Penelitian

Dalam acara Riset Expo UNJ 2017 yang diselenggarakan pada Selasa dan Rabu, 23 dan 24 Mei 2017, Dr. Liliana Muliastuti, M.Pd., Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni melaksanakan gelar wicara hasil penelitiannya yang berupa produk pengembangan materi ajar BIPA Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) berbasis CEFR (Common European Framework of Reference). Produk materi ajar yang dikembangkan tersebut kemudian diberi tajuk  Buku Senandung Bahasa.  Buku tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan beliau pada tahun 2014 sampai dengan 2015.

Dalam gelar wicara tersebut, beliau memaparkan beberapa poin penting berkenaan hasil penelitiannya. Pertama, urgensi kebutuhan materi ajar BIPA yang saat ini masih sangat jarang ditemukan merupakan alasan utama mengapa penelitian tersebut beliau lakukan. Kedua, belum adanya kurikulum terstandar yang disahkan pemerintah sebagai dasar pengajaran pada  saat itu memotivasi beliau untuk berkeyakinan bahwa basis CEFR yang sempat diadopsi dan diadaptasi menjadi embrio kurikulum yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada akhir tahun 2014 adalah satu-satunya pilihan yang cocok untuk dapat meniti langkah lebih lanjut dalam berkontribusi terhadap pengembangan materi BIPA. Basis CEFR yang diadopsi dan diadaptasi ini dianggap cocok karena selain sesuai dengan kondisi bangsa kita yang multikultural, CEFR ini juga sudah banyak digunakan oleh negara-negara lain dalam pembelajaran bahasa kedua.

Dua alasan penting yang beliau paparkan tersebut merupakan langkah yang juga sejalan dengan amanah UU Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan yang salah satu pasalnya membahas peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap. Melalui penelitian ini, beliau ingin berkontribusi terhadap pengajaran BIPA yang menjadi salah satu pintu untuk tercapainya tujuan tersebut. Beliau juga berharap kehadiran buku ini di tengah-tengah maraknya pengajaran BIPA dapat menjadi motivasi bagi para pengajar lain untuk mengembangkan produk yang sama di kemudian hari.

Buku Senandung Bahasa yang beliau hasilkan merupakan buku pengajaran BIPA yang berbeda dari buku-buku yang telah ada sebelumnya. Buku ini dianggap berbeda karena disajikan dalam bentuk tiga buah buku yang terdiri atas buku pelajaran siswa, buku kerja siswa, dan buku pengajar yang akan menjadi panduan bagi para pengajar BIPA. Dengan konsep ini, beliau berharap akan ada variasi baru dalam buku pelajaran BIPA dari yang telah ada selama ini. Adapun isi buku tersebut disusun menggunakan pendekatan terintegratif yang menampilkan empat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, menulis, dan berbicara) dengan dukungan materi tata bahasa dan informasi budaya Indonesia yang disajikan dalam pelangi Indonesia. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan  audio menyimak dan buklet audio dengan tampilan menarik yang  bisa digunakan oleh pengajar untuk memandu dirinya menggunakan audio tersebut.

Namun, dalam kesempatan tersebut, beliau juga memaparkan kekurangan dari hasil penelitiannya. Beberapa kelemahan dari hasil penelitian ini adalah produk buku tersebut berbahasa Indonesia sehingga mungkin tidak dapat digunakan oleh pengajar yang menggunakan bahasa lain sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran BIPA-nya. Kelemahan lainnya adalah pada sajian materi tata bahasa yang dianggap belum mencukupi.

Segala kelebihan dan kekurangan yang beliau sampaikan dalam paparannya merupakan masukan dari para pengguna buku BIPA tersebut saat beliau melakukan uji coba di beberapa universitas seperti UNJ, Politeknik Negeri Jakarta, STBA LIA Jakarta, dan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Segala masukan dari pihak pengguna tersebut menjadi motivasi yang besar sehingga beliau pun menyampaikan pada tahun 2018 nanti, rencananya akan diterbitkan buku tata bahasa untuk pengajaran BIPA sebagai kelanjutan dari penelitian ini. Kelak, buku tersebut diharapkan akan menjadi jawaban yang akan menjadi penyempurna kelemahan penelitian ini.

Mengajar BIPA 2

Menjadi pengajar BIPA adalah sebuah tantangan tapi sekaligus kesempatan luar biasa bagi saya. Ada banyak hal yang perlu dikuasai seorang pengajar BIPA. Tidak sebatas harus menguasai materi bahasa Indonesia, seorang pengajar BIPA harus memiliki wawasan yang luas tentang negara ini. Budaya, politik, ekonomi, kependudukan, dan segala hal lain yang mungkin akan ditanyakan oleh siswa BIPA. Seorang pengajar BIPA harus mampu menjadi duta bagi negara ini.

Keluwesan menyampaikan informasi dan keterbukaan pemikiran menjadi modal yang juga penting. Perbedaan kerap terjadi. Bahkan, di kelas BIPA yang siswanya berlatar negara heterogen, seorang pengajar BIPA harus siap dengan situasi perdebatan di antara mahasiswa. Menyatukan berbagai perbedaan yang berasal dari negara yang berbeda, tentulah tak semudah membalik telapak tangan. Akan ditemukan banyak benturan yang cukup mengerikan jika pengajarnya tidak memiliki cukup pengetahuan. Oleh karena itu, pengajar BIPA harus banyak membaca dan mempelajari dunia. Sejarah-sejarah negara atau kehidupan masyarakat dan karakteristik masyarakat dari negara asal siswa harus dipelajari sebelum kelas BIPA dimulai.

Kaya wawasan, kreatif, dan menguasai metode adalah hal yang wajib dimiliki pengajar BIPA. Menciptakan kelas yang menarik dan bermanfaat bagi siswa BIPA harus didukung oleh hal-hal tersebut, selain penguasaan materi bahasa Indonesia yang diajarkan tentunya. Siswa BIPA tak sekadar butuh orang pintar untuk jadi pengajarnya, tapi juga butuh orang yang pandai mengolah materi dan mampu menyampaikannya dengan cara yang tepat.

Selain pelajaran bahasa, ada banyak hal yang harus juga kita sampaikan kepada para siswa BIPA. Berikan informasi tentang hal-hal yang mengejutkan yang mungkin akan mereka alami. Beri tahu mereka tentang kebiasaan orang Indonesia yang mungkin akan berbeda dengan kebiasaan di negara mereka. Juga hal-hal lain agar mereka tahu ada saatnya Indonesia tidak seman dan senyaman di negara mereka dalam beberapa hal tertentu.

Secara personal, seorang pengajar BIPA juga haruslah orang yang siap menerima kritik. Para siswa BIPA adalah orang-orang yang mungkin terbiasa dengan keterbukaan. Jangan berharap siswa BIPA berkarakter seperti mahasiswa Indonesia pada umumnya. Para siswa BIPA akan sangat berani menyampaikan ketidaksukaan atau protesnya jika segala sesuatu yang didapatkannya di kelas tidak cukup memuaskan. Antisipasi hal tersebut dengan lebih banyak diskusi bersama mereka. Bertanya secara terbuka tentang pendapat mereka terhadap cara mengajar, materi, dan hal-hal lain yang mereka butuhkan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kritik keras mereka.

Banyak informasi negatif tentang Indonesia yang didapat mahasiswa BIPA dari luaran sana. Oleh karena itu, pengajar BIPA harus dapat meluruskan dan menjelaskan situasi-situasi tertentu kepada siswa BIPA. Namun, tentu saja bukan dengan mengada-ada dan menceritakan sesuatu kebohongan kepada siswa hanya untuk membut imej Indonesia tetap baik. Sampaikan hal-hal yang benar, namun berikan alasan tentang hal tersebut secara logis. Kita tidak dapat menutupi kerusakan negara ini karena mereka juga menonton atau membaca berita melalui media. Yang dapat dilakukan pengajar BIPA adalah menjelaskan bahwa tidak selamanya yang ada di media itu benar. Berikan alasan logis dan contoh-contoh riil sehingga seburuk apapun Indonesia, mereka tetap yakin bahwa ada banyak hal dari Indonesia yang memang pantas dibanggakan.

Akan ada banyak hal yang ditanyakan oleh siswa BIPA di kelas. Bahkan akan keluar dari topik pembahasan. Pengajar BIPA harus mampu memilih dan memilah materi yang sesuai dengan topik. Jangan sampai karena terlalu asik menjawab pertanyaan siswa, tujuan pembelajaran menjadi terlupakan. Beri batasan dengan tegas bahwa hal tersebut akan dijawab pada topik lain atau nanti setelah kelas selesai. Keingintahuan mereka akan sangat banyak. Jangan kaget dengan pertanyaan-pertanyaan kecil yang mengejutkan karena kadang, tanpa disangka, mereka akan mengeluarkan pertanyaan yang cukup sederhana tapi sangat dalam kritiknya.

Mengajar BIPA adalah juga belajar. Belajar budaya dari banyak negara. Belajar tentang perbedaan. Belajar tentang keterbukaan dan persahabatan dengan dunia. Mengajar BIPA adalah sesuatu yang akan membuat pola pikir seseorang berkembang lebih luas dan tidak lagi terjebak dalam pola pikir terbatas pada negara tempatnya dilahirkan.

-An-

Mengajar BIPA; Sebuah Dilema

Dulu pernah diajak debat oleh salah satu rekan kampus soal ini. Katanya, apa gunanya mengajari orang-orang asing belajar Bahasa Indonesia? Bukankah itu seperti membuka peluang bagi mereka untuk menguasai bangsa kita?

Saat itu saya merespons begini, “Iya benar. Adalah sebuah dilema bagi kami sendiri. Kami tak ingin negeri ini “terjajah” kembali, tapi ada tujuan lain ketika kami melakukan ini. Dengan mengajarkan bahasa kita kepada orang-orang asing itu, kami berharap Indonesia lebih dikenal di dunia. Indonesia tercinta ini dapat memperkenalkan kekayaan yang dimilikinya untuk lebih dihargai dunia. Tentunya di samping tujuan besar kami untuk menjadikan bahasa Indonesia pantas menjadi bahasa internasional yang sanggup bersaing dengan bahasa internasional yang dikenal dunia saat ini.”

Yah benar, kami punya mimpi. Walaupun untuk mencapai mimpi itu kami pun sering harus menghadapi dilematis sendiri. Siapa bilang kami tidak takut kalau orang asing yang kami ajari itu akhirnya memanfaatkan kemampuannya untuk memperbesar peluang menjajah negeri ini kembali. Iya kami juga khawatir tentang itu.

Akan tetapi, kami kuatkan tekad kami lagi. Bukankah untuk mencapai mimpi, kita memang selalu harus berani. Termasuk berani mempertaruhkan kekhawatiran kami itu.

Bangsa ini bangsa besar. Kami pikir, jika setiap orang di negeri ini mencintai bangsanya, tidak ada yang perlu ditakutkan.

Kami punya tekad untuk mengubah pandangan dunia terhadap negeri kita tercinta ini. Walaupun melalui upaya kecil kami menyampaikan informasi-informasi baik dari negeri ini untuk diketahui orang-orang di luar sana yang terlanjur memiliki stigma buruk tentang negeri ini.

“Benar negara ini adalah negara dengan mayoritas muslim yang besar di dunia, tapi muslim di negeri ini bukan teroris”. Itulah salah satu pesan yang selalu kami selipkan kepada mahasiswa-mahasiswa kami yang awalnya selalu berpikir tentang negeri yang berpenduduk mayoritas muslim pastilah teroris. Juga banyak hal lainnya yang selalu ingin kami luruskan kepada orang-orang dari berbagai benua di dunia ini.

Bersambung…
-An-